Alah, eksis.
Kamana atuh, eksis.
Setahun yang lalu
"Potluck?" gue melotot mendengar kalimat terakhir Yara, temen gue yang berencana akan menikah tahun berikutnya. Dia bilang, ingin 'selametan' pernikahannya diadakan ala potluck; alias masing-masing tamu membawa makanan sendiri untuk kemudian dibagi dengan tamu-tamu lain.
"Iya," ia nyengir,"Seru kan?"
Gue cuma bisa geleng-geleng kepala. Nggak mungkin. Secara yaa, untuk perayaan-perayaan biasa saja, potluck ini sudah nggak wajar. Bahkan untuk arisan RT/RW sekali pun, buat yang rumahnya ketempatan, ya harus mau untuk menyediakan konsumsi --- nah apa lagi untuk pernikahan.
"Terus, gue mau ngundang seratus orang aja. Kalo bisa kurang." lanjutnya.
"Hah? Seratus orang?" tanya gue.
"Yoi, temen-temen deket gue dan laki gue aja. Ngapain gue kasih makan orang yang nggak gue kenal deket." ia nyengir makin lebar.
"Keluarga? Sodara-sodara lo? Temen bokap nyokap?"
"Nggak gue undang. Males. Lha wong nggak deket."
"Jangan bilang lo mau pake jins di hari pernikahan lo."
"Ya enggak laaaaah. Gue mau pake gaun katun putih ala hippies atau bohemian. Rambut digerai dan kasih bunga daisy putih doang."
"Lo sinting. Pasti ga terlaksana deh niat lo."
"Kenapa enggak?"
"Pasti bokap nyokap kalian nggak setuju. keluarga apa lagi..."
Ia menghela nafas, lalu menatap ke jalanan melalui jendela cafe kuno ini. Gue keinget dengan pernikahan gue, setahun sebelum hari ini. Pesta besar. Seribu orang. Di sebuah gedung cukup besar. Gue pake kebaya modern rancangan perancang kebaya terkenal yang rasanya tidak nyaman bersentuhan di kulit, dengan longtorso yang membuat lingkar pinggang gue berkurang puluhan senti (ini berlebihan tentunya), sanggul modern dengan sasak tinggi, make up setebal dosa, hak sepatu yang bikin kram, lalu dipajang di pelaminan, disuruh tersenyum pada semua tamu yang nggak semuanya gue kenal. Dan oh ya, jangan lupa, itu baru pesta pernikahannya, belum upacara-upacara adat injak-injakan, siram-siraman, gendong-gendongan, banting-bantingan di hari-hari sebelumnya. Dan, ohya, belum juga acara ngunduh mantu. Wadoooh!
BTW, ini pemikiran ga penting : download diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mengunduh. Kalau ngunduh mantu, berarti mendownload mantu dong? :D
"Gue nggak mau pesta gede-gedean, ribet-ribetan kayak pesta lo, Sil." katanya.
Gue cuma mencibir.
"Asli ga mau. Bener-bener buang-buang duit. Padahal duit sebanyak itu bisa dipake pasangan yang baru nikah buat memulai hidupnya. Beli-beli perlengkapan rumah,kek. Apa kek." ia balas mencibir.
"Iya sih." gue menghela nafas. Memang benar, kalau dipikir-pikir, seandainya pesta pernikahan gue nggak sebesar itu, pasti gue udah memiliki satu mobil minivan baru.
"Lo kok mau sih?"
"Siapa bilang gue mau?"
Iya, siapa bilang gue dan Chris, laki gue, yang mau? Kalau menuruti kemauan kami, ya kami ingin agar pernikahan kami sederhana dan menyenangkan. Di mana gue memakai gaun yang biarpun cantik, tapi tidak menyiksa. Bisa berkeliling ngobrol dan cekikikan dengan teman-teman.
"Oh, bukan elo yang mau ya? Gue pikir lo semacam cewek yang berada di bawah pengaruh cerita puteri-puterinya Walt Disney. Yang kalau nikah, pingin besar-besaran, mewah-mewahan menjadi puteri sehari."
"Bukan. Bukan gue yang mau. Orangtua."
"Hah! Yang nikah orangtua lo?" Yara berseru sinis,"Gue sih nggak mau diatur-atur kayak gitu."
"Iya deeeeh, yang pemberontak."
...
Setahun kemudian, hari ini.
Setelah menandatangani buku tamu, gue dan Chris memasuki ruang pertemuan yang terdapat di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Di situlah tempat Yara dan Ardho mengadakan resepsi nikah.
Gue memicingkan mata, mencoba mengira-ngira, ada berapa banyak tamu di sana. Seratus? Jelas lebih. Jauuuuuh di atas seratus. Makanan berlimpah, meja prasmanan di tengah ruangan, food stalls bertebaran di sana sini. Oh jangan lupa, ice sculpture berbentuk cupid dan berinisial Y&A.
"Salaman dulu aja yuk, Mas, sama pengantin." usul gue pada Chris,"Mumpung belum banyak antriannya."
Chris setuju. Maka mengantrilah kami, untuk mengucapkan selamat pada pengantin.
Saya mengamati gaun yang dipakai oleh Yara. Pakaian adat Solo basahan nan ribet.
Ketika sampai giliran gue dan Chris mengucapkan selamat, tiba-tiba Yara berkata,"Please don't ask why."
"Yey, orang gue nggak mau ngebahas ini sekarang..." balas gue sambil menahan geli,"Selamat yaaaa..."
"Thanks."
"Dan gue pingin lo cerita, ntar, ke mana baju pengantin bohemian dan pesta potluck seratus orang itu."
Si Cantik ini menjulingkan mata.
Gue dan Chris berlalu, karena masih banyak orang yang hendak mengucapkan selamat pada Yara dan Ardho.
Ya, apa kabar dengan Bohemian Wedding Dress dan Pesta Potluck itu?
Ke laut tentunyaaa
:))
_________________________________________________________________
.update.
Eh, eh, ikutan ngobrol yuk, soal pernikahan impian temen-temen lajang dan menikah. Maksudnya bukan kehidupan pernikahan ya, bo. Gue percaya, kalo soal kehidupan pernikahan, maunya pernikahan sih, ala credit titlenya film disney's : happily ever after. Yang mau dibahas di sini, ya itu, gimana gambaran kalian tentang resepsi pernikahan, gaun pernikahan etc, etc.
Buat yang masih single, ceritain dong...
dan buat yang udah dobel, ceritain juga pesta pernikahan impian, dan ternyata oh ternyata, pada kenyataan bentuknya gimana?
Please share di sini, ya : http://www.facebook.com/topic.php?uid=46044229403&topic=7332
Thanks
luv,
Cecil
sumber gambar: sxc.hu
6 komentar:
Hahahaha... jadi inget komentar seorang temen. Pernikahan itu adalah acara milik atau untuk kepentingan orang tua, bukan anaknya. Seperti juga wisuda, itu adalah acara untuk orang tua mahasiswa, bukan untuk mahasiswanya.
Lah kita? Kita yg penting akad nikah lancar. Atau kalo mahasiswa, yg penting lulus ujian skripsi. Setelah itu, biarlah orang tua yg mengaturnya, mau tidak mau, suka tidak suka. Kecuali beberapa ortu saja yg "merelakan" acara itu untuk kepentingan anaknya. ;)
duh gue mau juga tuh ide bohemian wedding dan potlucknya....
nggak ribet!
tapi...
kayaknya gak bakalan dibolehin sama ortu! huh nasib...
Eh..ada yang baru...
Thanks Cecil..akhirnya lo datang menghantar aspirasi kami, (baru menikah, masih sering main dengan para lajang, dan belum punya anak *halah...kayak caleg aja menghantar aspirasi* )
suatu waktu sepupu-ku nikahan. segala sesuatu diurus ama sang mempelai berdua. pokoknya orang tua ga ikut campur. dan komentar para sesepuh melihatnya..."pernikahan anak itu adalah (masih) tanggung jawab terakhir dari orang tua. anak harusnya dengar apa kata orang tua"
terakhir?? kayaknya ga deh...
waaa.... brarti gua cukup beruntung ya ngalamin pesta yang sesuai sama keinginan sendiri :) memang sih ga seekstrim pake bohemian dress dan acara potluck, tapi lumayan lah bajunya bisa dipake cekakak cekikik sama temen2 :)
huhuhu..iya neh..saia juga maunya nikahan ntar bisa tepe-tepe keliling2 ngobrol ma temen-temen..daripada duduk diam disinggasana..
heemm..kayaknya gak bisa deh..apalagi kalo udh mikirin adat...
wuih, pas banget nih.
taon mau merried, pengennya simple doang cuman upacara gereja, sayang beribu sayang ortu berkehendak laen. rencana jadinya mau 700 undangan huuhuhuhuh
sisi baiknya, berhubung kehendak ortu, berarti duit dr ortu tp sumbangan msk kantong kita, cape setaon urusin pesta tp bisa dpt modal kerja :P
Posting Komentar