Sabtu, April 25, 2009

Darling...

Masih inget lah, Darl! Nggak mungkin gue lupa.

ARRRGH!

Gue sebeeeeel! Itu salah satu dari pesan yang ada di wall-nya Chris. Iya, salah satu, jadi sembilan. kalau salah dua, delapan. Euh, lupakan. Nggak penting.

Anyway, sudah seminggu ini, perempuan bernama Illona Maya itu membanjiri wall misua gue dengan berbaris-baris pesan. Gue kenal dia. Tu cewek adalah mantannya Chris, sebelum gue. Dari cerita-cerita teman-teman Chris, gue denger hubungan mereka udah dalem banget, nyaris nekat menikah --- penghalangnya adalah beda agama.

Yang mutusin ya tu cewek juga sih. Tapi begitu Chris deket sama gue --- tu cewek kayak nggak rela! Bok, males banget nggak sih, pas gue dan Chris lagi kencan, dia tiba-tiba nelepon Chris dan sok curhat gitu. Atau kalau kebetulan ketemu, duuuuh, sok ngobrol sektoral gitu deh, ngobrolin hal-hal yang gue nggak tau, karena pas kejadian, gue nggak ada di sana. Walhasil, gue jadi mahluk bloon, bengong.

Dan yang bikin gue makin kesel, tu cewek selalu menggunakan kata 'Darl', 'Cin' atau 'Sweets' tiap meninggalkan pesan di wall suami gue!

Bitch!

Maksudnya apaaaah???

$#$%$#%&%*% !!!!

Dan yang bikin gue tambah dan tambah dan tambah sebel adalah, seluruh pesan itu, mengindikasikan bahwa Chris juga menanggapi!

Hmmpfffff!!!!!!!!!!

Lihat saja, pesan terakhir; Masih inget lah, Darl!

Nenek-nenek berkonde juga bisa kali nebak, kalau seenggaknya Chris pasti menanyakan sesuatu terlebih dulu kan? Sumpah gue penasaran Chris nanya apa ke Illona itu, tapi sialnya gue nggak bisa lihat.

Oh ya, oh ya, yang bikin gue sebel juga, itu profile picture-nya ngapain sih sok imut tidur-tiduran di rumput kayak gitu? Oke, I know, nggak relevan. Tapi pada dasarnya gue sebel banget sama tu orang.

Gue menggerakkan mouse gue, mengarahkan kursor untuk mengklik nama Illona Maya. Sebenarnya gue tahu, tulisan apa yang bakal muncul setelah gue melakukan itu : You must be friends with Illona Maya to see her full profile.


Tapi tetap aja gue dongkol, pas beneran baca tulisan itu. Artinya, untuk tahu Chris nulis apa saja di wall si Illona-illona ini, gue harus nge-add dia sebagai temannya. Tapi, ngerequest pertemanan sama mantan pacar suami?

Hih, gengsi nggak sih?

Tapi gue penasaran.

Add...enggak...add...enggak...add...

Gue memutar-mutar kursor di dekat-dekat tombol Add as friend. Dan, sebuah kecelakaan pun terjadi... tombol itu, ter-klik! Oh shit. Dan sialnya Facebook tidak mengenal yang namanya undo atau control+Z!

Selama beberapa detik berikutnya, gue degdegan. Muka gue panas. Panik menyerang.

Tapi, udah kejadian. Selama beberapa lama gue berusaha menenangkan diri. Lalu pemikiran positif pun muncul; seenggaknya kalau dia ngapprove gue jadi temannya, gue bisa jadi filter kelakuannya dia. Mudah-mudahan.

...

Gue mengetuk pintu kamar kost Alexa. Ni anak lagi flu berat, kemarin siang dia pulang dari kantor pucat banget. Parah lah, flu-nya. Walaupun kadang-kadang kelakuannya seenak udel-nya sendiri dan sering banget bikin gue empet, tapi kasihan juga gue.

Nggak ada yang lebih enak dibandingin sup krim hangat buat orang flu. Makanya dia gue buatin, yang instan-instan aja. Gampang.

Pintu dibuka, dan tampaklah sosok Alexa nan kucel. Bertanktop dan boxer bunga-bunga. Muka dan rambutnya berminyak, matanya bengkak, hidungnya merah seperti badut. Tapi, dia tetep cengengesan.

"Wih, parah banget lo!" kata gue.
"Wah, buat gue ya, Cil?" katanya tanpa basa-basi sambil nunjukin tupperware wadah krim sup.
"Iye, nih..." gue menyerahkan wadah tersebut.
"Thank you, Cintaaaaa.... Baik bener lo." katanya sambil menyambut kiriman gue,"Masuk, Nyet!"

NYET?!@!@#@!

Ini nih satu contoh ke-seenak udelan-nya, yang kadang-kadang bikin gue pengen noyor dia 24 jam nonstop!

Gue masuk dan langsung duduk di tempat tidurnya yang penuh dengan tissue bekas pakai. Wih, joroooookkssssss. Tampak laptop tergeletak dengan manisnya di atas bantal. Alexa masuk, membawa sendok dan duduk di atas tempat tidur.

"Gue makan yaaa?" katanya cuek sambil menikmati sup itu,"Gila, enak, Cil!"

Kami pun ngobrol ke sana, ke mari. Sampai pada akhirnya, topiknya nge-pas banget dengan yang sedang gue alami. Katanya, istri mantan pacarnya merequest pertemanan di facebook. Tanpa bisa ditahan, gue yang udah jengkel dari tadi pun langsung menceritakan kasus yang sama, soal Illona.

"Gue sebel banget ya bok, dia banyak umbar kata, Say, Cin, Darl, Sweets, tiap ninggalin pesen di wall suami gue..."
"Hmmm... bukannya kata Say, Cin, Darl, Honey, Sweetheart itu emang lagi musim dipake,Cil? Lah temen-temen gue, kalau manggil gue 'Ciiiiin', gitu. Bos gue kalo sebel, suka nambahin kata 'Darling.' di akhir kalimatnya ---- nggak gitu kali, Darrrliiiiiing, gitu katanya." kata Alexa sambil cengar-cengir.
"Tapi bedaaaaa..."
"Sama ah."
"Bedaaaa..."
"Oke, beda..." ia mengangkat bahu.

Kami terdiam.

"Hm, beda karena lo emang dasarnya sebel aja kali sama tu orang, ya nggak sih Cil?" cetusnya mendadak.
"Bukan! Beda, karena gue ngerasa, si cewek ini punya maksud tertentu dibalik panggilan-panggilan sayang itu!"
"Hmmm, punya maksud tertentu? Iya, ya? Bisa jadi?" Alexa manggut-manggut.
"Iya, siapa tau tu cewek pengen balikan lagi dengan Chris..."
"Atau..." Alexa memotong,"... siapa tau dia sama sekali nggak niat balikan atau menggoda Chris?"
"Hah? Kalau gitu buat apa dong?"
"Targetnya emang bukan Chris, tapi elo. Bikin elo kalang kabut dan... dia berhasil."

DAAAMN! Kenapa ini nggak kepikir sama gue???

Beberapa jenak gue terdiam, sementara Alexa menandaskan krim supnya.

"Hai, cewek-cewek!" suara seorang pria terdengar dari ambang pintu.

Chris. Di belakangnya tampak Marco.

"Oy! Masuk!" kata Alexa cuek. Chris menghampiri gue --- doh! Rasanya pingin gue jitak deh suami gue. Ngapain juga dia nanggepin Illona-Illona itu?

Marco langsung mendekati Alexa dan mencium ubun-ubunnya.

"Lo belum keramas ya?" tanya Marco sambil mengernyit.
"Belum..." Alexa cengar-cengir,"Bau ya?"
"Kayaknya kalo udah bisa nyengir gini, udah sembuh deh." kata Chris.
"Udah, sehat. Krim sup buatan Cecil enak banget! Istri lo emang top,deh.... Darrrrling..." Alexa menekankan intonasinya pada kata 'darling' sambil melirik ke arah gue. Gue balas melirik sambil melotot.

"Maksud gue darling, dadar guling." dia cengengesan.

Sementara Chris dan Marco kebingungan melihat kami.

Sumber gambar profile picture, teteub dari sxc.hu.

UPDATE:
Ga nyambung sama entri ini, tapi ada satu teman lajangdanmenikah yang lagi skripsi, dengan judul : PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA SINGLE ADULT WOMAN, tolong dibantu surveynya ya, di : http://www.facebook.com/topic.php?uid=46044229403&topic=7764

Selasa, April 21, 2009

Ketika Ujian Itu Datang

Tiga tahun yang lalu ketika Mario masih berusia empat tahun, Panji berselingkuh.

Saya yang begitu yakin dan percaya akan kesetiaannya, benar-benar terpuruk dan tersungkur.

Yang membuatnya terasa lebih buruk lagi, Panji menjalin affair tersebut dengan perempuan yang sama yang menjadi orang ketiga di antara kami waktu saya dan Panji masih bertunangan.

Saat pertama kali saya mengetahui Panji menjalin affair dulu itu, saya memaafkannya dengan kepercayaan penuh bahwa dia memang tidak akan mengulanginya. Karena saya mencintainya, dan cinta itu membuat saya memaafkan kesalahannya.

Tapi bukan melupakannya.

Memang, it takes two to tango. Sebuah hubungan tidak mungkin terjalin kalau tidak ada dua pihak yang menyetujuinya. Panji bukan "direbut" dari saya, tapi dengan sukarela menduakan saya. Tapi rasa cinta dan percaya yang demikian dalam membuat saya yakin bahwa yang paling bersalah adalah pihak ketiga tersebut, dan sampai sekarang pun masih ada rasa kebencian dalam hati saya buat perempuan itu.

Dan ketika hal ini terulang lagi, saya benar-benar hancur.

Berbulan-bulan saya menangis, mengemis kepada Panji agar kembali ke saya dan Mario. Saya menelepon perempuan itu, memintanya mengembalikan suami saya, yang direspon dengan tawa dan kritik mengenai kegagalan saya sebagai istri.

And things went to worse ketika Panji mulai terang-terangan menginap di rumah perempuan itu.

Saya hancur. Luluh lantak. dan jeleknya, saya sering melampiaskan emosi saya pada Mario, bocah kecil yang tidak tahu apa-apa. Kalau ingat itu saya sering menyesalinya.

Panji kemudian mulai menjadi-jadi dengan berani menelepon kekasihnya dari telepon rumah, berbincang mesra di depan saya dan Mario.

Ada satu titik di mana saya secara harafiah seolah terbelah menjadi dua kepribadian. Suatu malam saya seperti berkelahi dengan jiwa gelap saya. Tubuh saya memaksa saya untuk bangkit ke dapur, mengambil pisau daging dan membunuh suami saya. Sementara hati saya berjuang dan berteriak "Tidak! Jangan! Tuhan, tolong!" Untunglah Tuhan masih melindungi saya dan perjuangan itu berakhir dengan keringat dingin dan gigilan di sekujur tubuh saya.

Kemudian saya memutuskan untuk mengikuti sebuah retret religi di kawasan Puncak. Sepulang dari sana saya begitu diliputi rasa damai dan lega sehingga saya bahkan bisa tertawa lepas, bernyanyi-nyanyi, tersenyum pada Panji, dan terakhir chatting melalui YM dengan kekasihnya (yang syukurlah bisa saya hadapi dengan tenang segala cacian dan makiannya, kritik dan hinaannya terhadap kapasitas saya sebagai istri).

Saya mulai rajin berdoa. Saya mengikuti berbagai acara dan kegiatan di gereja. Saya serahkan semuanya kepada Tuhan, dan saya menjalani hidup saya sebaik yang saya bisa.

Saya juga mulai merawat diri. Kalau dulu saya paling males dandan dan pakai baju-baju cantik, maka saya ubah. Bukan karena saya ingin mengambil Panji kembali lewat fisik, tapi karena saya ingin merasa cantik. Dan ketika saya merasa cantik dan menarik, maka sikap saya berubah. saya jadi lebih ceria, lebih percaya diri, dan (menurut teman-teman) jadi cantik beneran :)

Sekarang Panji, saya, dan Mario sudah menjadi keluarga yang bahagia dan utuh kembali, dan saya mengetahui makna dari cobaan yang diberikan Tuhan kepada saya.

Setidaknya sebagian.

Bahwa saya jadi lebih tahu bagaimana cara menjadi istri yang baik, dan saya bisa membantu bila ada teman yang mengalami hal yang sama dengan saya, karena sebuah saran atau nasihat yang kita berikan akan jauh lebih mudah dijalankan bila kita pernah berada dalam situasi yang sama.

Sabtu, April 18, 2009

Kasus X


Hari ini saya flu. Hidung panas. sedikit demam. Mata panas. Tenggorokan gatal nggak ada dua. Yang ganggu banget tuh, meler tak terkendali. Tau kan nyebelinnya ingus cair yang selalu keluar tanpa diminta setiap kepalamu dalam keadaan tegak?

Mana lagi 'dapet' pula. Banjir atas, banjir bawah judulnya.

Nah gitu deh. Mau ngapa-ngapain juga nggak bersemangat. Marco yang lagi gawe (yep, orang aneh itu liburnya justru Senin, Weekend malah gawe) bolak-balik nelepon dan nanya kabar saya, plus ngingetin saya untuk ini itu. Nadanya annoying, kayak orangtua ke anak gitu.

Alhasil, seharian ini saya berbaring-baring aja di tempat tidur, sambil memanfaatkan fasilitas wifi di tempat kost saya. Chatting dengan beberapa teman, ikut-ikutan kuis nggak penting yang banyak banget di facebook, malah barusan saya mengcreate satu kuis, yang pas proses pensubmitannya ribet (antara emang susah, atau saya yang flu jadi lemah otak); sampai pada akhirnya saya menemukan satu friend request.

Vicky Dirgantara Parengkuan, namanya.

Wih! Si anak kolong itu. Itu julukan saya padanya jaman kuliah dulu; secara bapaknya tentara ya bok. Dia, mantan pacar saya di masa terakhir kuliah. Pokoknya sempat lah, merasakan status nggak penting sebagai VW (Vendamping Wisuda) saya. Pada akhirnya kami putus. Nggak jelas kenapanya. Pokoknya, masing-masing kami sudah merasa memang waktunya putus. Hubungan kami sudah kadaluarsa, atau jodoh kami sudah sampai di sana saja, kalau kata pesohor di infotainment sih. ;-)

Anyway, salah satu yang saya suka dari facebook adalah bertemu dengan teman-teman lama. Termasuk si Vicky ini. Maka setelah saya terima ajakan bertemannya di facebook, saya pun menulis di temboknya.

Hey, anak kolong, apa kabar luuuuu????

Nggak lama kemudian muncul balasan di tembok saya.

Baik, Nyet. Lama banget ga kedengeran kabar beritanya. Di mana lo sekarang? Dan ngapain? Dah married belum?

Heuhh. Baru ketemu, nanyanya kok udah married apa belum? Mendadak saya mengerti kenapa putus darinya. Dia standar sih. (haha, jahat)

Dan saya pun kembali menulis di temboknya.

Gue di Bali pak. Belum, belum married.

Perasaan saya sama sekali nggak menuliskan kalimat yang mengundangnya untuk meninggalkan pesan lagi di wall, tapi ia tetap menulis di tembok saya. Bertanya ini itu. Jadilah akhirnya saya berbalas pesan dengannya.

Lalu saya teringat, pernah memasukkan foto dalam album 'Semasa Kuliah' yang ada dirinya. Maka saya pun menge-tag dirinya. Lumayan, ada sekitar lima foto. Tapi bukan foto berduaan lah, foto ramean.

Berbalas pesan pun berpindah ke komentar di foto. Dan kebetulan beberapa teman yang terkena tag di foto tersebut menyahut, dan meninggalkan komentar-komentar sektoral, yang intinya mengingatkan kami pada hubungan kami jaman dulu, yang ada saya hanya cekikikan saja karena geli dengan kekonyolan teman-teman jaman kuliah.

Sampai setelah beberapa kali berbaku jawab komentar temu kangen (deu bahasanya) di foto, tiba-tiba saya menerima satu ajakan berteman lagi.

Raras Anggraini.

Heh? Siape lu?

Setelah melihat fotonya, saya yakin nggak kenal dengan perempuan bernama Raras ini. Nyaris saya reject, kalau nggak mendadak ingin bersin, yang mengakibatkan ingus semakin meleleh tak terkendali. Terpaksa saya bangkit dan mengambil tissue gulung dari kamar mandi.

Ketika kembali menghadap laptop, saya melihat profile picture Raras Anggraini ini telah berubah, dengan seorang anak kecil yang lucu dan seorang pria. Vicky!

Buru-buru saya melihat profile Vicky

Relationship status : married with Raras Anggraini.

Oooh. I see.

Lah, kenapa dia ingin jadi teman saya?

Dan saya pun menerima ajakan bertemannya. Tak berapa lama terdengar suara 'plop!' dan muncullah jendela cakap facebook Raras Anggraini.

Halo, thanks for d app.

Deuh, thanks for d app? Thanks for the application? Thanks for the appointment? Ha-ha.

Saya diamkan saja dia. Tapi terdengar suara 'plop!' lagi.

Salam kenal yaa...

Apa syeh?

Anyway, bukan sekali nih kejadian istri atau pacar-pacarnya mantan pacar saya tiba-tiba merequest pertemanan di facebook. Kalau saya pribadi, kalau nggak kenal ya, nggak mungkin saya add orang tersebut jadi teman saya atau mengapprove friend requests-nya. Cuma untuk kasus 'istri' dan 'pacar-pacar' mantan pacar... ahem, suka penasaran, jadi saya terima saja. Pingin tahu kelanjutannya.

Ada yang berbaik-baik dan menawarkan persahabatan (yang tentunya nggak saya tanggapi)
Ada yang mendadak berkomentar sinis di foto-foto saya yang kebetulan mungkin *ehm* agak nakal (untuk kasus ini, saya langsung meremovenya dari friendlist saya).

Ini bikin saya bertanya-tanya, ngapain sih sampai mau 'berteman' dengan mantan pacarnya suami/pacar mereka?

Sampai sejauh ini, saya baru menyimpulkan : insecurity. Kalau mereka merasa secure dengan hubungan yang sekarang, ngapain juga mau sok ambil bagian di masa lalu pasangan?

Makanya, kadang-kadang saya suka iseng, sengaja meninggalkan beberapa pesan sektoral di wall mantan pacar saya --- nggak, bukan pesan cinta, sumpah! Males banget nggak sih meninggalkan pesan cinta ke mantan?

Saya lakukan itu karena yakin bakal dibaca oleh sang pacar/istri yang mengajak saya berteman di facebook (tapi saya nggak pernah lho, ninggalin pesan macem-macem di wall mantan yang istrinya nggak pernah repot-repot minta berteman dengan saya di facebook)

Walaupun pada akhirnya, saya pernah dimaki-maki juga. Hohoho. Biarlah, kalau sudah begitu gampang, kan, tinggal remove aja dua-duanya dari friendlist.

....

Cecil datang membawakan krim sup panas buat saya. Baiknya dia. Krim sup panas memang hal yang paling enak dinikmati kalau kita lagi pilek.

Sambil menikmati sup tersebut, mendadak Cecil curhat. Pas banget curhatnya! Ia bilang, mantan pacar Chris, suaminya, mendadak meninggalkan banyak pesan di wall suaminya.

"Sebel kan gue?" cetusnya geram.
"Terus lo?" tanya gue.
"Ya udah, gue add aja dia sekalian jadi temen gue. Sekaligus ngewarn, bahwa Chris itu udah punya istri."

Dan saya pun terkekeh.

"Kenapa?" tanya Cecil heran.
"Biasanya, kalau elu add, kelakuan mantan pacarnya bakal menjadi." kata saya cuek.
"Kok lo tau?"
"Yaaa... gue tau aja..." jawab saya sambil cengar-cengir,"Apalagi kalo entarnya lo sok berakrab-akrab dengan ninggalin pesan..."

sumber gambar : sxc.hu.

Minggu, April 12, 2009

Surat Cintaku Yang Pertama

Long weekend adalah waktu yang sangat tepat buat bebenah rumah. Hari Jumat pagi pulang dari gereja, saya merekrut Panji dan Mario sebagai asisten bebenah. Sejak ditempati sekitar dua bulan yang lalu, rumah memang belum sempat diberesin lagi.

Ada satu kotak kardus lumayan besar, ukuran dus mi instan yang selalu saya bawa ke mana-mana. Isinya macem-macem. Mulai dari foto-foto tua jaman sekolah dulu, folder berisi ijasah dan surat-surat lainnya, sampai veil yang saya pakai waktu menikah beberapa tahun yang lalu.

Panji sering ngetawain saya kalau soal beginian, nyimpen barang-barang kenangan. Gak guna dan nyempitin, katanya. eh buat saya sih ini adalah jejak kaki saya di masa lalu. Tsah.

Selesai bebenah, saya iseng bongkar-bongkar lagi kardus itu. Saya keluarin satu-satu. Ada foto saya waktu jadi paskibraka jaman SMA. Bangga loh bisa kepilih walaupun gak ikutan megang benderanya, cuma rame-ramein barisan hehehe. Ada piagam penghargaan lomba mengarang cerita pendek se-ibukota. sampai saya menemukan satu kertas lusuh yang sudah bau debu, maklum diungkep di dalam kardus gak keluar-keluar.

Tada.... surat cintaku yang pertama.....haha

Iya ini surat cinta saya yang pertama kali saya dapet. Yang ngirim temen sekelas saya waktu SMP kelas dua. Dia duduk pas di belakang saya dan sebenernya orangnya sumpah mati dulu nyebelin banget! Suka ngeledek-ngeledek saya, suka ngumpetin buku, suka nyelengkat kaki saya kalau saya lewatin dia. Sebel! Eh la kok ya malah ngirim surat cinta. Males.

Dulu sebagai pembalasan dendam, surat itu saya sebarin ke temen-temen saya, saya umbar-umbar deh pokoknya. Rasain dia yang malu kan sekarang. Pastinya dia dulu jadi sebel banget ama saya, gantian.

Oh by the way isinya singkat aja sih:

"Adis, I love you."

Tsah. saya sekarang bacanya aja masih cengar cengir. Dan walaupun dulu saya gantian jadi yang sering ngejekin dia, saya simpen nih suratnya. Abis surat cinta pertama gitu loh. Sayang kalo dibuang.

Kemudian sambil baca-baca lagi, saya jadi mikir, kok dulu saya tega ya ngejek-ngejek dia. Padahal yang namanya mencurahkan isi hati ke orang yang disukai, pastinya susah banget deh. Saya ngebayangin dia yang mengumpulkan keberanian buat akhirnya "nembak" saya (eh dulu sih istilahnya "nembak", sekarang apa sih istilahnya?). Ngebayangin dia yang kebingungan nyari kata-kata waktu mau nulis apa. Ngebayangin dia yang maju mundur mau ngasihin suratnya ke saya (saya akhirnya nemu surat itu di laci meja saya, di pojok banget, hampir gak ketauan kalo tipex saya gak ngegelinding ke dalem laci. Kalo mikir begitu, jadi nyesel juga sih dulu udah ngejek-ngejek dia. Eh kayak apa ya dia sekarang?

Bicara soal surat cinta ya, terus terang saya amaze loh sama anak sekarang. Keseringan dicekokin sinetron kali ya sama orang tuanya? Coba, tadi siang saya nemu amplop warna merah muda, ada gambar perinya gitu di tasnya Mario. waktu saya tanya ke dia, dia cuma senyum-senyum malu gak jelas gitu.

Pas saya buka...duileee... surat cinta boo! Anak kelas satu SD udah maenan surat cinta!

Kata-katanya juga lucu: "Mario darling, kamu cakep deh. Aku suka Mario."

Sumpah setengah mati saya nahan ketawa. duuh... anak sekarang yaa... ampuunn deehh..

Kamis, April 09, 2009

Why Dendong?


Walaupun gue males banget mengakuinya, tapi apa boleh buat, penampilan Alexa tuh, selalu asyik dilihat. Etnik dan unik. Itu bikin dia kelihatan semakin eksotis. Eh, dia bukan pedandan heboh, biasa aja, malah cenderung casual. Make upnya natural. Cuma gue berani jamin, sebelum keluar kamar, dia pasti mempertimbangkan dengan seksama outfit hari tersebut. Dan gue juga yakin, dia rajin melakukan perawatan tubuh.

Alexa masih single sih.

Seinget gue, jaman-jamannya gue masih lajang, sama aja kayak dia, yang namanya penampilan tuh gue jaga banget. Apalagi zaman-zaman pacaran dengan Chris, setiap kencan gue niat lho, dendong (dandan), yah --- nggak menor-menor amat, sampai bedak setebel dosa sih. Pokoknya gue selalu berusaha berpenampilan layak di depan mantan pacar gue ini.

Bahkan waktu awal-awal jadian nih ya, heboh bener. Bayangin, budget untuk beli outfit membengkak, gara-gara, setidaknya dua minggu satu kali gue beli baju, yang bakal gue pakai kalau kencan. Gue rajin ngetrim rambut, facial etc.

Silly. Sillysillyme.

Mbak Yustin, kakak gue yang pas gue masih pacaran, sudah menikah dengan Mas Arga selama tiga tahun dan beranak satu bilang : 'Lihat aja, ntar pas lo udah kawin keinginan ngelenong lo bakal menyusut berkali-kali lipat.'

Dan setelah dua tahun pernikahan gue, beneran kejadian, gue nggak begitu peduli dengan appearance gue. Jangankan ngetrim rambut, ke salon aja, terakhir kali mungkin setahun yang lalu. Gue pikir, ngapain juga gue sibuk-sibuk dandan, tokh gue nggak berniat tebar pesona ke mana-mana. Dan, Mas Chris, yah, dia sih sudah ngeliat gue polos sepolos-polosnya.

So, why harus dendong? :)

....

"Neng Siiiil..." suara kenes Alexa terdengar dari luar pintu paviliun gue. Dengan terseok-seok, gue yang baru aja ganti t-shirt dan celana selutut rumah sepulang kerja menghampiri pintu.
"Apaan, Lex?"
"Gue ditelpon Marco, dia ngajak makan malem bareng di Hard Rock. Ikut yuk." ajaknya.
"Mmm... Mas Chris belum pulang..." gue menjawab ragu.
"Lah, justru itu, Mas Chris tuh udah sama Marco, jadi kita tinggal nyusul ke sana."

Sumpah, sebenarnya gue males banget keluar rumah. Saat ini yang gue inginkan cuma leyeh-leyeh di sofa kami sambil nonton TV di saluran favorit gue dan Chris.

"Ayo dooong. The more, the merrier niiih." ajak Alexa lagi.

Akhirnya gue menyetujui. Dengan malas, gue memakai sandal crocs gue dan langsung keluar dari paviliun.

"Lah? Lu nggak ganti baju dulu?" tanya Alexa.
"Nggak lah, gini aja..."
"Serius lo?"
"Iya, kenapa?"
"Ngngng..." sesaat Alexa terlihat ragu.
"Dekil ya?" tanya gue.
"Ngng... mendingan ganti deh..."
"Ah cuek aja lah. Ngapain juga gue dandan, kan gue udah laku. Gak perlu susah-susah lagi untuk mempesona kaum Adam." kata gue.

Jauh di dalam hati gue, sebenernya ini juga sekalian nyepet Alexa yang malam itu tampak niat. Dengan tanktop putih, rok batik cokelatnya, serta kalung-kalung bronze dan sandal tali temali kulitnya. Oh, God. Gue tahu Alexa nggak punya salah ke gue, tapi... ntah kenapa, gue kok sebel ya sama dia?

"Iya deh, yang udah lakuuuu..." Alexa menjawab cuek. Ni anak lempeng banget kayaknya, mau dicela, disindir, disepet dan diapa-apain, lempeng,".. dandan kok buat orang lain, dandan buat menyenangkan diri sendiri aja kaleee..." lanjutnya. Masih dengan nada lempeng.

IH!

...

Serius, gue salah kostum banget. Ternyata kami nggak cuma makan malam berempat, tapi ada beberapa murid Marco yang lain juga. Cewek-cewek gitu deh. Kalau dari obrolan mereka sih, tampaknya mereka masih single. Mereka cantik-cantik, dan obviously caper. Mereka dari Jakarta --- dan entah ya, kali karena memang keadaan di Jakarta yang judging a book by its cover, gue diliatin melulu.

Argh. Gue yang sewaktu dalam perjalanan merasa bahwa gue hanya berpenampilan 'seadanya', tapi bersama-sama dengan mereka, gue merasa bagaikan... buntelan kentut! Gue sama sekali nggak menikmati suasana makan malam itu!

...

Alexa nggak pulang ke kost. Mungkin dia nginep di Marco. Maka gue dan Chris pulang berdua saja. Selama perjalanan gue diem melulu. Apalagi kalau bukan karena gue merasa bete sebete-betenya.

"Diem aja, Non." tegur Chris ketika kami berjalan dari pintu gerbang menuju paviliun kami,"Kenapa?"
"Nggak apa-apa."
"Boong ah."

Ah, gue lupa. dua tahun menikah, membuat Chris hafal bagaimana suasana hati gue, hanya dengan melihat tingkah laku gue.

"Mmm... gue dekil banget yah?" tanya gue.
"Mmm.. nggak dekil banget sih, Sil." jawab Chris.
"Tapi?"
"Oh God, ini nih yang gue benci. Kalau gue ngomong jujur, ntar gue didiemin sama lo semaleman, tapi kalo nggak, gue nggak suka boong..." Chris berkata dengan nada kocak.
"Bilang aja dekil..."
"Iya. Tapi nggak boleh ngambek." Chris merangkul gue.

Lalu kami melanjutkan langkah.

"Mas... kamu sayang aku apa adanya kan?" tanya gue mendadak.

Chris menghentikan langkahnya, lalu menatap gue dengan tatapan yang menunjukkan campuran rasa heran dan geli.

"Ya iyalah, Sil. Aneh-aneh aja kamu..." kata Chris.
"Biar pun aku dekil sekali pun?" tanya gue.
"Biar pun kamu dekil sekali pun."

Gue menghela nafas lega. Beberapa meter lagi kami sampai di pintu paviliun kami.

"Tapi, Sil." Chris berhenti.
"Apa?"
"Kadang-kadang gue kangen ngeliat lo dandan cantik, kayak zaman pacaran dulu..."

Gue terdiam. Menunduk sambil melanjutkan langkah. Gue pun membuka pintu, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Sumber gambar : http://sxc.hu

Kamis, April 02, 2009

Kost Suami Istri Campur Lajang.

"Lo pindah deh, Sil." Mbak Yustin, kakak gue yang kebetulan menyambangi tempat kost gue dan suami, berkata untuk ke sekian puluh kalinya.
"Males aaah. Gue udah enak kaleee, tinggal di sini."

Gue suka banget tempat kost gue. Enak,bok. Bentuknya kayak kompleks gitu deh. Ada tiga gedung utama, bertingkat tiga. Terus, di sayap kiri ada beberapa paviliun khusus suami istri. Orang-orangnya ramah, akrab tapi nggak nosy. Udah lima tahun gue ngekost di tempat ini. Awalnya sih, tempat kost gue ini sebenarnya tempat kost cewek, tapi sejak setahun setengah yang lalu, Tante Dini, yang punya kost, mulai ngebangun-ngebangun beberapa paviliun . Setelah gue tanya-tanya, dia bilang dia lagi rencana mau buka kost untuk suami-istri, modelnya macam paviliun gitu.

Pas-lah! Gue menikah dan pindahan ke paviliun. Udah setahun gue tinggal sama Chris di pavilliun ini. Selain gue ada tiga keluarga lagi. Kamar mandi di dalam, tapi dapur ya dapur bersama. Dan kami tinggal aman, tenteram di sini.

Udah enak-enak gitu masa pindah?

"Mau sampe kapan loe tinggal di sini?" tanya Mbak Yustin.
"Gue dan Chris tuh lagi nabung buat DP rumah. Kalo udah cukup buat DP rumah dan kalo kira-kira kita bisa nyicil rumah lah, Mbak. Sementara itu, ya di sini aja. Enak."
"Nggak sehat tau!" Mbak Yustin mendelik. Ia keluar dari kamar gue membawa piring bekas makan malamnya. Sejurus kemudian terdengar suara gemericik air ledeng dari dapur bersama.

Nggak sehat?

Gue berusaha untuk melihat salut debu di beberapa perabot kami. Nggak ada. Udara segar pulak karena ventilasi kamar kami baik. Apanya yang nggak sehat?

"Siiiiiil..." wajah Alexa, warga kos di sini *tsah warga ya bok*, muncul di ambang pintu. Dia terhitung anak kost baru, baru pindah dari Jakarta ke sini. Kami jadi kenal dan cukup sering ngobrol serta jalan bareng, karena Marco, pacarnya, mentor diving gue dan Chris. Yang menyarankan agar dia ngekost di sini juga Chris.
"Apaan, Lex?" tanya gue. Tanpa gue persilahkan dia masuk ke dalam dan dengan santainya melenggang mendekatiku.
"Chris belum balik?" tanyanya.
"Belum. Knapa?"

Dari sudut mata, gue lihat Mbak Yustin sudah berdiri di ambang pintu, mengamati kami berdua.

"Oh ya udah, nitip aja deh, dari Marco." Ia mengulurkan tiga keping DVD ke gue.
"Apaan nih?" tanya gue sambil menerimanya.
"CD foto bawah laut mereka. Chris nitip diburnin katanya." Alexa mengangkat bahu,"..ya wis, gue cabs."
"Mau ke mana lo?"
"Kencan tentyyyuuu..." Alexa berkata dengan kenes,"Deehh..ups!" dia berbalik dan nyaris menabrak Mbak Yustin di ambang pintu.

"Kenalin, Lex, kakak gue." kata gue.
"Oh, hai Mbak. Alexa." Alexa mengulurkan tangan dengan ramah. Mbak Yustin menatap sepersekian detik sebelum menerima juluran tangan Alexa. Sebagai orang yang tinggal lama banget dengannya, aku tahu, walaupun ia tersenyum, tapi ia tidak suka pada Alexa.
"Yustin." mereka berjabatan tangan. Alexa cengengesan seperti biasa. Mbak Yustin tetap mempertahankan senyum palsunya. Aku nggak ngerti apa yang membuatnya sebal. Mungkin pembawaan Alexa yang seenak-udhel-e dhewe alias seenak udelnya sendiri; tapi gue pikir ya nggak apa-apa juga,kali. Kalau seenak udelnya orang, nah, baru masalah.
"Ya udah, Mbak Yustin, saya jalan dulu."

Dan Alexa pun pergi.

"Itu siapa?" Mbak Yustin bertanya setelah melongok-longok, memastikan bahwa Alexa telah menjauh.
"Alexa. Anak kos sini. Pacarnya tuh temen gue sama Chris."
"Jadi belum nikah?"

Gue menggeleng.

"Pacarnya tinggal di mana?" tanya Mbak Yustin.
"Ngontrak, deket sini juga."

Mbak Yustin menghela nafas,"Ini nih, yang gue bilang nggak sehat."

"Apaan sih?" tanya gue nggak ngerti.
"Kost campur dengan cewek-cewek lajang! Aduh lo nih ya?" ia mendelik.
"Apa nggak sehatnya?"
"Ya lu liat aja, cewek itu main masuk-masuk aja ke kamar lo."
"Gue juga biasanya main masuk-masuk aja ke kamar dia." gue mencoba membela.

Mbak Yustin diam.

"Kenapa sih?" tanya gue nggak ngerti.
"Hati-hati, Sil. Hati-hati. Bisa-bisa suami lo nyangkut dengan salah satu cewek lajang di sini." Mbak Yustin berkata perlahan, tapi kalimatnya terdengar bagai gelegar petir di telinga gue. *deeeu lebayyy*.
"Ngaco deh lo, Mbak!"
"Ati-ati, aja. Mending lo pindah deh. Terlalu banyak godaan di sini."

Gue pun terdiam. Ini sama sekali nggak pernah terpikir dalam benak gue. Dan... gue tau, ini terdengar konyol... kok mendadak, gue jadi ketar-ketir ya?

Now, what should I do? Beneran pindah aja gitu?

Kalo mau share pengalaman yang sama, bisa share di sini yaa... http://www.facebook.com/topic.php?uid=46044229403&topic=7452
Blog Widget by LinkWithin