Rabu, Februari 24, 2010

Pinternya Anak Anak




Siapa bilang punya anak itu perkara gampang, sini ta' kemplang. Eh apa sih baru mulai posting udah ngomel :). Jadi ceritanya saya ini ingin mencoba menjadi seorang ibu modern. Yang nggak nakut-nakutin anaknya, yang nggacerita-ceerita bohong sama anaknya, dan beberapa hal lain yang saya pandang kuno, tapi cukup mendarah daging di masyarakat kita.

Salah satunya adalah kebiasaan orang tua yang suka nyalahin orang lain atau bahkan barang ketika anaknya kejeduk. Misalnya kejeduk pintu, ketika anak nangis, serta-merta untuk meredakan, si ibu menyalahkan pintu, "dasar pintu nakal". Biasanya kata-kata ini disertai dengan gerakan memukul pintu. Oh.

Buat saya, membiasakan diri membuat bahwa selalu ada kambing hitam dalam setiap hal jelek yang menimpa dia tentu bakal terbawa sampai besar. Kelak ada hal jelek yang beneran terjadi, dia akan selalu dengan mudah mencari kambing hitam. Kenapa sih ga bilang aja, supaya ngga kejeduk ya harus hati-hati. Jadi anak juga dibiasakan berpikir untuk hati-hati supaya ngga ada hal buruk menimpanya.

Contoh lain ketika anak susah makan. Kata-kata yang mudah keluar adalah, "ayo cepet makan kalo engga nanti ibu guru marah". Ehm. Emang apa urusannya anak ngga mau makan sama ibu guru marah sih? Perkataan seperti ini menurut saya malah bisa membuat sosok guru sebagai sosok yang menyeramkan di mata anak2. Nanti anaknya males sekolah, ibunya juga lho yang pusing.

Satu kali saya makan di food court, seorang ibu nampak kesulitan menyuapi anaknya. "ayo cepet makan", katanya. "Nanti mangkoknya mau diambil yang jualan", lanjutnya. Hihihi, menurut saya kali ibu ini keseringan jajan baso yang lewat depan rumah.

Dan yang menyebalkan adalah ternyata suami saya suka begitu juga. Oke, pernah, bukan suka. Satu kali kami pergi ke kantor pake taxi karena mobil lagi di bengkel. Freiya, tumben-tumbennya kepengen ikut, bahkan sampe nangis segala. Saya sih anteng aja, tetep bilang bahwa kita mau kerja, dan ngga bisa ikut dong Freiya nya. Tangisan semakin menjadi sampai akhirnya suami saya bilang, "jangan ikut Freiya, nggak boleh sama Bapak Supir Taxi".

Doenngggggg ......

Saya spontan marah. Lah, apa urusannya Bapak Supir Taxi melarang anak ikut bersama kita kan ? nanti si anak pikir hajat kita ditentukan sama Bapak Supir Taxi kan repot.

Saya mendebat suami saya dan mungkin karena lumayan masuk akal, dia pun mengalah.

Kita sebagai orang tua seringkali nggak menyadari bahwa anak-anak itu dilahirkan pintar. Apalagi anak jaman sekarang yang gizi nya jelas. Kata siapa anak nggak bisa ngerti apa yang kita sampaikan ? Udah nggak jamannya lagi anak-anak dibohong-bohongin. Atau malah jangan-jangan kebanyakan dibohong-bohongin, anaknya malah kurang pinter beneran. Saya inget dulu mama saya melarang saya berdiri di samping kuda dengan alasan nanti kudanya nendang. Di umur saya yang dua puluhan kemudian saya baru tau bahwa kuda itu nggak bisa nendang ke samping, sodara-sodara. Yah semacam itulah, kebohongan yang disampaikan semasa kecil bisa menerap dan kita pikir betul sampai udah gede.

Saya membiasakan Freiya untuk tahu jelas apa alasan dia nggak boleh ini dan nggak boleh itu. YAng lucu, satu kali lampu di dapur kedip-kedip. Memang sudah harus diganti. Pas dia tanya, "mama itu kenapa?". Saya mengerahkan kemampuan otak saya yang cuma segini-gininya untuk menerangkan, berhubung nggak nemu penjelasan tepat, tanpa sadar saya melantur sana sini, "Jadi Frei, lampu itu kan setiap hari beberapa kali dinyala-matikan, ada kumparan di dalam lampu itu yang.... blablablablabla......" Yeah, i'm lost in while I'm talking. Di luar dugaan, Freiya angguk-angguk, "Ya itu namanya RUSAK, mama".

Tuh kan.

Anak-anak tuh pinter kok, dan biasakan mereka jadi pinter deh :)

Postingan ini nampak ibu-ibu sekali ih, biarin deh.

Gambarnya pinjem dari www.walcoo.net :) Thanks !

Kamis, Februari 11, 2010

Double Date


Saya sih sebetulnya bukan penggemar double date. Waktu jaman pacaran, pacaran buat saya ya berdua aja. Tapi kalo pacaran udah lama banget, terkadang suka muncul juga perasaan bosen berdua terus dan pengen ketemu temen lain, tapi sembari juga pengen tetep ketemu sama si pacar. Solusi yang paling ringan, ya memang double date. Kita bisa ngobrol dan ketemu sama orang lain, tapi sama pacar juga tetep jalan.

Pas saya menikah dulu, saya suka membayangkan bisa juga kali double date bareng suami dan temen yang juga berpasangan. Ini karena saya cenderung suka juga bergaul dengan teman-teman suami (tadinya). Selain itu, semasa kecil dulu saya suka menikmati saat-saat diajak orang tua ke rumah temen mereka, yang seringkali punya anak yang sepantar sama saya. Seperti punya perasaan nyaman dan aman kalo saya berteman dengan anak teman orang tua saya. Jangan tanya kenapa, saya juga nggak tahu.

Setelah menikah dan kemudian punya Freiya, kami terkadang suka mengajak Freiya main ke rumah temennya suami saya. Kebetulan mereka punya 3 anak yang juga masih kecil, walaupun udah lebih gede daripada Freiya. Melihat Freiya main sama anak sebayanya selalu membuat saya senang. Seperti biasa masalah kemudian timbul. Setiap kunjungan yang sebetulnya udah nggak mirip dengan double date ini, saya suka mati gaya. Pasalnya, suami pasti asyik ngobrol dengan temannya, anak-anak dengan anak-anak lagi. Saya tentu saja kebagian mengobrol dengan nyonya rumah. Inilah yang membuat saya suka malas. Si nyonya rumah adalah tipe perempuan tidak bekerja yang menghabiskan waktunya mengurus 3 anaknya. Di luar perannya sebagai ibu, dia sama sekali tidak punya kegiatan apa-apa. Alhasil, saya seperti 'terjebak' dengan pembicaraan minum susu apa-sekolah dimana-tidur siang jam berapa-bangun pagi jam berapa-merk pampers-merk susu dan lain lain. Sementara saya sih males ngobrolin begituan. Kalo cuma setengan jam aja sih kayaknya masih lumayan. Tapi kalo udah lebih dari itu, yang ada saya suka nguap-nguap ga jelas sementara suami saya sih masih suka asyik berdua temennya aja. Kali lain saya diajak kesana, saya sudah siap dengan 200 alasan untuk tidak pergi.

Saya tidak menyerah. Ada satu lagi pasangan yang suka ber-double date dengan saya dan suami. Yang ini, istrinya teman saya, Anaknya, satu tahun dibawah Freiya umurnya. Dengan pasangan yang satu ini, memang tidak ada kesulitan berarti, si istri tentu nyambung ngobrol sama saya, wong temen saya kok. Si suami, meski terpaut 15 tahunan dengan suami saya, kelihatannya bisa ngobrol dengan nyambung juga sih. Masalahnya, kita semua sama-sama sibuk, rada repot ngumpulin semua jadi satu.


Seni dari double date sendiri adalah tentunya mengenai kecocokan semua, 4 orang. Jadi sebetulnya lebih ribet dari pacaran itu sendiri. Kalo pacaran kan cuma antar berdua aja, nah ini 4 orang yang perlu dipikirin selera dan minatnya. Menemukan pasangan yang bisa diajak jalan barengan itu nggak gampang kok. Yang seringkali saya temuin, yang si perempuannya cocok sama saya, eh pasangan saya nggak cocok sama lakinya, batal deh. Dan kenapa saya kok seperti yang ngomongin swingers ya, hehehe. Sumpah bukan.

Walau bukan disebut double date, ada juga tipe pergi sama pacar dimana kita pergi dalam satu grup, banyakan gitu. Nah kalo gini saya suka. Saya menyukai perasaan istimewa ketika ada di tengah orang banyak, saya dan pasangan punya sesuatu yang 'lain', yang istimewa dan tentunya cuma dimiliki berdua aja. ngobrol sih boleh banyakan, tapi ada pandangan mata, ada sentuhan ringan yang cuma ada diantara kami berdua. Yang satu ini, rasanya menyenangkan banget.

*gambarnya pinjem dari www.karmaburn.com
Blog Widget by LinkWithin