Selasa, Maret 06, 2012

40 Days 40 Nights… ( I Wanna Sex You Up!)

[Icha Rahmanti/@cintapuccino]

Saya tiba-tiba teringat sebuah bacaan yang sayangnya tidak bisa saya ingat sumbernya. Asli lupa. Entah itu berupa situs online atau majalah atau buku. Tetapi sekalipun lupa sumbernya, saya ingat inti tulisan itu saking berkesannya.

Mirip kisah di film 40 Days and 40 Nights-nya Josh Hartnett yang bertekad abstain, puasa seks selama 40 hari, ada sepasang suami istri (lagi-lagi saya lupa di mana mereka berdomisili, sepertinya sih di Amrik), mereka juga melakukan tantangan 40 malam itu. Bedanya, mereka justru melakukan kebalikan dari kisah si Josh itu, mereka justru menantang diri mereka, sebagai pasangan, untuk non-stop melakukan hubungan seks selama 40 malam berturut-turut.

Nah, ini yang membuat cerita mereka jadi menarik. Adik-adik dan teman-teman manis yang belum menikah, andai belum tahu, setelah janji sehidup semati terucap dan seks menjadi legal bahkan kemudian jadi rutinitas prioritas demi kelanggengan dan kebahagian bahtera—newsflash!—setelah masa bulan madu berlalu, kebanyakan (bukan semua), hasrat bermesraan sama pasangan pun turun. Drastis. Eng ing eng…

It’s human nature to want something more when it’s forbidden.

Dulu, waktu pacaran, duduk bersebelahan, menatap matanya, baca sms-nya, atau cuma pegangan tangan saja sudah bikin jantung berdebar gak karuan dan ciuman di pipi tuh bisa bikin terbang ke bulan. Nah, giliran sudah sah dan wajib… hasrat lama-lama surut. Apalagi kalau kehidupan (anak, pekerjaan, dll) mulai mengambil alih pikiran. Seks bukan lagi menjadi prioritas dan percayalah ketimbang seks, tidur dan selimut terlihat jauh lebih menggoda sehingga banyak pasangan akhirnya memilih kenyamanan tidur dalam pelukan tanpa harus “berolahraga”. Nggak ada tenaga bow… :D

Konon berangkat dari kondisi itulah pasangan suami-istri dalam cerita saya itu memutuskan untuk menantang diri mereka sendiri untuk melakukan hubungan seks selama 40 hari berturut-turut, tanpa alasan, tanpa cincong. Nggak mau tahu capek, nggak mau tahu lagi berantem, nggak mau tahu yang satu lagi flu… pokoknya tujuan mereka: harus bermesraan total setiap malam selama 40 hari. Tidak ada alasan!

Latarnya mereka merasa setelah memiliki anak 2 yang masih kecil-kecil, mereka merasa kehidupan seks mereka jauh dari memuaskan dan itu membuat mereka jauh. No more excitement in their lovemaking.

Membaca cerita mereka, sedikit banyak saya bisa merasakan apa yang dimaksud. Dari sisi istri dan ibu, tinggal di negeri orang tanpa pembantu, mengurus anak yang masih sangat kecil itu sangat menguras emosi (terutama) dan tenaga dan akhirnya bawaannya selalu capek. Seks adalah hal terakhir yang terpikir di kepala—terkecuali saat-saat PMS, hormon sedang tinggi—itu pun kalau PMS tidak mencetus judes yang membuahkan perang dingin hehehe… Sementara dari kacamata suami, kerja kantoran pun tampaknya menguras pikiran dan setelah di rumah dan makan malam,selonjoran di depan tivi sambil peluk-peluk saja hingga ketiduran adalah yang ideal ketimbang lutut pegel.

Walau frekuensi bisa tetap sama seperti saat baru menikah—saat baru-baru bereksplorasi total—tetapi kalau mau jujur memang gregetnya tidak sama lagi hihihi. Familiarity slowly kills the thrill.

Nah, pasangan suami-istri itu bercerita bahwa bagi mereka 40 hari non-stop harus berhubungan itu pada awalnya baik bagi si suami atau si istri sama-sama merasa berat (bo! Ini komitmen untuk merasakan surga dunia loh, bukan disuruh macul , tapi teteup dua-duanya pesimis!!!). Tapi hebatnya karena keras kepala pada komitmen akhirnya mereka berhasil menyelesaikan 40 hari sex-marathon itu.

Apa yang didapat?

Konon mereka menyimpan jurnal eksperimen mereka per harinya. Ada kalanya katanya salah satu dari mereka berlagak pening dan pura-pura tidur saking nggak nafsunya, ada kalanya mereka berdua sama-sama ingin segera tidur sebelum besok anak-anak mereka bangun dan segala kesibukan mengurus 2 balita terulang lagi, terus ada kalanya mereka juga berantem dan bete-betean satu sama lain karena urusan rumah tangga dan sebagainya.

Tapi kata mereka, hikmah dari komitmen itu, mereka jadi lebih menghargai kehadiran pasangan mereka, merasa lebih dekat secara emosional, terkoneksi lagi. Seks saat marah dan sedih konon kata mereka walau tidak mudah tetapi menjadi satu pengalaman baru yang secara emosional mencengangkan (suer, gak terbayang seperti apa karena—fyi—saat berantem suamistri kadang dongkolnya jadi pangkat sejuta! *lempar piring* :D). Lalu komitmen 40 hari ini juga membuat mereka jadi lebih kreatif untuk menyiasati waktu berduaan diantara kewajiban mengasuh 2 anak balita mereka, tertantang juga untuk kreatif memancing hasrat dan memuaskan pasangan dengan cara baru, jadi lebih mengurus diri mereka sendiri agar menarik di depan pasangan. Dan pada akhirnya mereka jadi lebih kompak dan ibarat baru sama-sama ikutan boot camp, mereka adalah pasangan baru yang lebih kuat.

This sexual experiment has transformed us as a couple both spiritually and sexually. And it’s great,”gitu kalau nggak salah ingat saya membaca komentar pasutri itu.

Jujur, saya pribadi terkesan dengan cerita mereka dan jadi penasaran sendiri ingin mengalami transformasi hubungan dan perjalanan seksual dan spiritual yang mereka alami. Ibarat baru membaca sebuah review perjalanan, saya ingin melakukannya, tapi versi saya sendiri. Dan kisah ini pun saya bagi ke suami. Gimana dan bagaimana kelanjutannya ya rahasia dong.

Anyway, any pasutri out there up for this challenge? ^_*

Gambar : www.thegloss.com


Blog Widget by LinkWithin