Minggu, September 27, 2009

Si Menikah : Pertemuan Sore Itu



Salah satu faktor menyenangkan dari adanya facebook tentu karena dia menjadi sarana kita untuk ketemu sama temen-temen lama. Dengan umur saya yang sekarang dan kesibukan saya yang bejibun, saya sebenernya udah ga minat mencari teman baru lagi. Makanya saya membuat akun di facebook tidak untuk ketemu orang-orang baru, tapi dengan hasrat 'keep in touch' dengan teman-teman lama, apalagi yang udah lama pada ga ketemu.

Teman-teman lama tentunya termasuk juga teman dari SMA. Ada yang memang dari SMA suka kongkow bareng, ada juga yang waktu SMA cuma kenal selewat-selewat. Serunya, anak-anak se-gang waktu SMA, semua ada di facebook! Pendek kata akhirnya kita janjian untuk ketemuan. Sebetulnya sih ga lama-lama amat kok terpisahnya. Yah, baru.. hmm 12 tahun. Oh ya ampun, menyesal bahas ini, jadi berasa tua, hehe. Maksudnya, nggak selama itu kita absen ketemuan kok. Pas ada yang nikah, kita kumpul, pas ada yang melahirkan, kita kumpul juga. lumayanlah.

Minggu kemaren akhirnya jadi kita ketemuan, sesuai janjian, saya bawa Freiya juga. Soalnya semua janji bawa anak-anaknya masing-masing. Bahkan ada beberapa yang saya belum pernah ketemu. Maklum, saya kan udah bilang saya sibuk berat, jadi sering juga bolos menengok teman yang melahirkan.

Dan mau janjian ketemuan aja susahnya ampun deh. Ga bisa sabtu malem (sesuai usul saya) karena anaknya Susan nggak bisa tidur lewat dari jam 9 malem. Ga bisa minggu siang karena anaknya Grace sekolah minggu sampe jam 1 siang (dan membuat saya bertanya, mulainya jam beraapa sih?). Akhirnya kita sepakat untuk ketemuan jam 4 sore. Jam nanggung buat saya keluar rumah sebenernya, ganggu tidur siang di hari minggu kan.

Menentukan tempat ketemuan ternyata lebih repot lagi. Semua sih sepakat untuk ketemuan di tempat makan (masa iya ketemuan ga makan). Lalu Nadya usul ketemu di Kartika Sari Dago dengan dalih ada tempat main buat anak. Anak gua bisa main sama baby sitternya selama kita kongkow, katanya. Libie minta ketemu di mall supaya suaminya bisa jalan-jalan sambil nunggu kita kongkow. Saya? Saya memilih untuk menutup mulut dan menerima saaran apapun yang mereka tentukan, daripada bikin keruh.

Akhirnya kita ketemuan di Cihampelas Walk, jam 4 sore. Nggak pake terlambat. Oke deh. Situ sih pake baby sitter, selama dandan, anak bisa diasuh baby sitter. Nah sini? Repot yaw.

Saya tiba jam 4 lebih 15. hampir semua dari mereka udah dateng. Iya lengkap dengan anak masing-masing. Ada yang bawa baby sitter, ada juga yang bawa mertua untuk ngasuh anaknya. Saya datang bertiga dengan suami. Cipika cipiki, basa basi bentar, saya pun mulai ikut dalam obrolan mereka. Sambil penasaran kenapa seorang teman bernama Patricia nggak ikutan dateng padahal dulu dia termasuk yang paling rajin kalo ngumpul-ngumpul begini. “Ditelepon ga jawab”, kata Susan. “Sama tuh, Nesta juga absen, katanya nggak bisa ninggalin rumah”, kata Libie.

Freiya cukup banyak mendulang pujian sore itu. Matanya belo, rambutnya keriting dan yang penting, dia ga dusun. Eh tau dusun ga sih? Ga malu-malu ketemu orang baru, maksudnya. Semua yang ajak salam, dia salam balik sambil senyum. Lah, mamanya public relation :) Suami saya nampak mengerti keinginan saya untuk kongkow, “Freiya sama Papa yuk”, katanya sambil menggandeng si anak keriting itu. Pemandangan ini cukup menyita perhatian Nadya, “hebat suami lu”, katanya. Suami gua mana mau ngasuh anak. Hmm, ya. saya dan suami memang selalu bagi-bagi tugas begini. Untungnya dia ngga gengsi-gengsi kalo harus ngasuh anak, bahkan sampe ganti pampers segala waktu Freiya masih bayi.

“Freiya dikasih minum susu apa Joy?”
“Waktu baru lahir sih susu Babylon, sekarang Sucow” jawab saya sambil memberikan beberapa alasan. Dan berusaha ramah, saya tanya balik mereka, “lu pake susu apa?” . Dan dalam 15 menit ke depan, kongkow sore itu dipenuhi berbagai macam merek susu, mencakup kadar gula, kandungan protein, dan lain-lain. Saya mendengarkan sambil sesekali menguap. Tadi malem abis marathon “Desperate Housewives”.

Pembicaraan bergeser ke arah makanan. “Anak lu dikasih makan apa ?” Begitu deh temanya. anaknya Susan setiap hari dibuatin soup. Ada soup makaroni, soup ayam, cream soup, soup brokoli. dan soup-soup lainnya. Tanpa MSG, katanya. Makanya harus masak sendiri, nggak bisa beli. Yaelah repot ya. Anaknya Libie, maunya cuma buatan omanya katanya. Kasihan si oma, harus masak setiap hari.

Tapi yang paling susah sih urusan camilan, kata Susan.
“Maunya anak-anak kan ga konsumsi gula banyak-banyak, apalagi coklat”
“Iya, makanya buat camilan di rumah, aku selalu sedia rumput laut”, kata Libie
glek. Saya tersedak. Nyamil rumput laut? anak umur dua taun gitu? ih.
“Kalo Freiya sih paling suka tempe, digoreng ala mendoan gitu”, sahut saya
“Digoreng? aduh pake minyak dong?”, Susan membelalak.
menurut lo San ?

Ehem. kalo diterusin, bisa panjang tuh ceritanya. Pendeknya, mereka berusaha memberikan makanan terbaik buat anaknya. Yah, saya juga sih. Tapi someday Freiya kan bakal sekolah, bakal pergi sama temen-temennya. Masa iya mau bawa bekel rumput laut ?

Kongkow hari itu berlangsung kira-kira 2 jam. pembicaraan selanjutnya mengenai jam tidur, lokasi tidur, jam mandi, jam bangun tidur, sekolah dll. Ya, semuanya soal si kecil. Saya berusaha menahan kantuk sambil ga kuat, beberapa kali ya nguap juga. Sekarang saya mengerti kenapa Patricia yang belum punya baby dan Nesta yang belum nikah nggak mau dateng. Saya yang sama-sama ibu rumah tangga aja merasa salah kerumunan !

Girls, bisa ngga laen kali kita ngumpul seperti dulu? Ngobrolin yang asyik-asyik gitu deh, butik baru, cowok keren, atau gosip sekalian?

gambarnya 'minjem dari smilesideya.blogspot.com

Jumat, September 25, 2009

Review Lajang dan Menikah di detikInet

http://lajangdanmenikah.com dapat Internet Sehat Blog Award, untuk sesi 31 (Selasa,15 September 2009) ,kategori family-blog. Terima kasih. :) Tidak percuma kita posting sambil nge-gym, renang, jogging, yoga..oke, oke, nggak lucu, maab! Buat siapa pun yang menominasikan blog ini, terima kasih banyak. Review Resensinya bisa dilihat di sini:)

http://lajangdanmenikah.com (family blog)

Menikah, bagi sebagian orang, adalah sebuah peristiwa yang sangat dinanti-nanti dengan penuh kebahagiaan. Tetapi ada pula mereka yang tidak menganggap penting menikah. Mereka senang-senang saja terus hidup melajang meski banyak orang di kanan-kiri yang mulai kasak kusuk soal pilihan itu. Blog lajangdanmenikah.com mencoba menyeimbangkan perspektif tentang dunia orang yang sudah menikah dan dunia para lajang. Artikel-artikel yang ada memaparkan kedua sisi kehidupan dari orang-orang yang sudah menikah dan para lajang; baik yang sifatnya positif atau pun yang negatif. Dalam sebuah artikel, ada cerita tentang seorang istri yang cemburu suaminya berbalasan pesan dengan mantan pacarnya semasa kuliah di Facebook; atau kisah tentang seorang lajang yang hobi menuliskan semua kisah asmaranya di sebuah blog rahasia. Dengan tulisan-tulisan yang segar dan menggelitik, siapa pun Anda, apakah seorang lajang atau pun yang telah mengikatkan diri ke perkawinan, membaca blog ini bisa jadi sumber inspirasi.

Rabu, September 23, 2009

Cerita Kiriman : Ternyata Saya Hanyalah Istri Kedua!

Dikirim oleh : Swastika Nohara

“Jadi, boleh nggak beli tiketnya?” suara suami saya terdengar membujuk, eh, memaksa namun dengan nada membujuk.

“Emang bisa dilarang?” jawab saya pasrah.

“Beli dua ya? Kamu mau juga kan?”

Pletaaaak! Saya menjitak Ucup. Ehm, pelan sih. Tapi dia tahu itu artinya ‘TIDAK’.

Enak aja! Cukup 90 poundsterling (kurs saat itu kira-kira 1,5 juta rupiah bo!) melayang buat beli satu tiket pertandingan sepak bola. Saya sih mending dikasih mentahnya aja, trus bisa menjelajah gerai Miss Selfridges atau Top Shop lah… *tanduk belanja mulai nongol dikiiit *

Kami berjalan bergandengan tangan *tsaaah!* di luar stadion tempat derby Manchester United vs Manchester City akan berlangsung sejam lagi. Stadion udah penuuuh banget sama manusia-manusia penggila bola, dan Ucup udah gatel aja pengen cepat-cepat gabung sama mereka.

Maka dalam hitungan detik Ucup segera melipir ke pojokan entah mana bareng si calo tiket. Yeah, di Inggris pun ternyata ada juga yang namanya calo tiket. Bedanya, mereka jualannya lebih ati-ati dari yang jual narkoba! Kasak-kusuk nawarin barang lalu transaksinya secepat kilat sambil ngumpet di tempat yang nggak keliatan polisi.

Ucup pun jejingkrakan memamerkan tiket di tangannya sebelum melesat masuk ke stadion. Hhhm… dua jam lebih nih saya harus nunggu. Apakah saya sengsara? Tentu tidak. Saya pun memacu langkah ke sebuah shopping mall tak jauh dari stadion. Window shopping, lalu duduk di coffee shop. Saya bersedia pergi nemenin Ucup ke stadion kan setelah liat peta dan menemukan ada shopping mall dekat stadion! Hehehe…

Setahun awal menikah kami habiskan di London. Tepatnya saya tinggal di London (sepenuhnya atas biaya pemerintah Inggris, cihuy!) sementara Ucup tinggal di Budapest, Hungaria. Ini terpaksa, setelah Ucup cari-cari kerja di London malah dapetnya di Budapest. Mungkin pikirnya, mending ambil kerjaan di Eropa Timur itu dari pada tinggal di London dengan status ‘ikut istri’. Apalagi uang beasiswa yang saya terima memang ngepas banget. Penerbangan London-Budapest cuma sekitar 2 jam, plus ada Easy Jet yang harga tiketnya murah meriah dan mudah (bookingnya). Okelah. Saya pun senang.

Jadwal kunjungan kami atur sesering mungkin. Saya yang waktu itu mahasiswa S2, jelas lebih fleksibel waktunya. Sementara Ucup harus cuti atau membujuk rayu rekan kerjanya untuk tukar shift. Dasar namanya gila bola, saban kali datang ke Inggris Ucup selalu mengisi waktu dengan nonton sepak bola, mengisi tujuan plesir dengan mendatangi stadion sepak bola, dan pergi ke pub yang ngadain nonton bareng sepak bola!

Baru belakangan saya tahu, Ucup selalu nyocokin jadwal kunjungannya ke Inggris biar pas sama jadwal pertandingan klub yang ia suka. So seeing me wasn’t his priority at all! Belum juga setahun kawin, saya harus menerima kenyataan kalau saya ternyata adalah istri kedua.

“Please meet my first wife. Her name is football… and darling, just never get jealous if I spend more Saturday nights with her,” kira-kira gitu deh kalimat yang muncul di kepala saya saat terpaksa rela ‘dikacangin’ Ucup demi nonton sepak bola.

Berikut kronologis proses penyadaran bahwa saya hanyalah menduduki tempat kedua di hatinya, setelah sepak bola *ooh… * :

Munich.

Pertama kalinya saya bengong melihat Ucup jejingkrakan gak karuan setelah tiba di Olympia Stadium untuk nonton Bayern Muenchen vs Dortmunt (cukup ajaib bahwa saya masih inget klub mana yang main). Saya pun segera beranjak ke pusat kota Munich, jalan-jalan sambil menunggu pertandingan selesai.

Amsterdam.

Ucup berfoto di setiap sudut stadionnya Ajax, di depan semua logo Ajax yang dia temui. Karir saya sebagai fotografer privat buat Ucup pun dimulai. Beberapa hari kemudian, Ucup tanpa sengaja mengover write foto-fotonya itu dengan foto lain! Dan saya pun bengong ngeliatin dia gulung-gulung dilantai menangisi foto-fotonya yang terhapus...

London.

Bersama ribuan England football fans, di sebuah taman yang luaaas kami nonton layar tancep pertandingan Inggris vs Paraguay di World Cup 2006. Namanya lagi summer gitu ya, saya pake rok dong! Summer dress ceritanya. Eh, ternyata rusuh! Para suporter itu berantem, sampe mecahin pintu kaca dan chaos total. Duuuuh…. Sumpah deh, enggak banget mesti mengevakuasi diri dari puluhan suporter bola yang ngamuk, sementara saya pake rok span!

Jakarta

Sudah jam 00.30 ketika kami parkir di halaman EP, sebuah pub di area Kemang. Ucup sekali lagi bertanya, “Beneran gak mau ikut masuk?” Saya hanya menggeleng, lalu mengatur sandaran jok mobil supaya enak buat rebahan dan mulai memejamkan mata. Ucup pun menyerahkan kunci mobil, segera melompat keluar mobil untuk nonton bola di pub itu.

Saya? Seperti biasa, tidur di mobil sambil nunggu pertandingan selesai… Much better than sitting with a bunch of guys who pay no attention to anything but the game and their beers!

With all its wicked ups and downs, I'm enjoying this ride!

Sumber gambar : sxc.hu

Kamis, September 17, 2009

Lajang dan Menikah Mengucapkan....

“To forgive is the highest, most beautiful form of love. In return, you will receive untold peace and happiness.” (Robert Muller)

Selamat Menyambut Idul Fitri.
Mohon Maaf Lahir dan Batin.


Selamat Liburan.


Jumat, September 11, 2009

Perempuan Tiga Peran


Menjadi seorang ibu dan seorang istri sekaligus harus bekerja, memang tidak pernah menjadi pekerjaan yang mudah. Coba lihat di majalah-majalah khusus wanita itu, hamppir semua pernah membahas soal bagaimana kita menyeimbangkan hidup antara bekerja di kantor dan menjadi ibu di rumah.


Selain jadi seorang istri dan seorang ibu, saya juga bekerja sebagai seorang public relation di sebuah universitas swasta di Bandung. Sebelum menikah dulu, saya rasanya bangga 'menjabat' sebagai ibu yang bekerja, atau pekerja yang juga seorang ibu. Nyatanya agak sedikit melenceng dari itu. Inilah sebabnya hidup saya rasanya sebelah disini sebelah disana. nggak mampu rasanya menjadi 'jagoan' di kedua sisi kehidupan ini.. Tuh yah, belom apa2 udah mulai curhat :)


Waktu belum menikah dulu, saya memang tidak pernah sama sekali berpikir untuk berhenti kerja setelah menikah. Seandainya pun secara finansial kami tidak kekurangan, saya merasa sayang aja kalo menyia-nyiakan pengorbanan saya kuliah selama 4 taun itu dan berakhir menjadi seorang ibu rumah tangga. Tanpa bermaksud merendahkan 'jabatan' sebagai ibu rumah tangga, tapi bekerja itu memberikan banyak hal ; kesempatan bergaul, kesempatan berkembang, dan uang sendiri tentunya.


Sayang sekali setelah 4 tahun menjalani peran ganda ini, saya menyadari bahwa kenyataan tidak pernah ada yang seindah andai-andai dan rencana semula. Yang ada saya sering terlambat ke kantor karena pagi-pagi harus sambil ngurusin keperluan Freiya, anak saya semata wayang. Belum lagi kalo Freiya sakit, saya sering terpaksa harus bolos. Otomatis performa saya di kerjaan tidak lagi secerah dulu. Masih bisa mengikuti kerjaan yang ada aja udah bagus, jangan berpikir untuk menciptakan hal-hal baru dan membuat gebrakan di kantor seperti yang selalu saya lakukan dulu, selagi masih lajang.


Meninggalkan peran sebagai ibu meski cuma 8 jam sehari justru lebih berat dari 'sekedar' tidak bisa berkarya di kantor. Kerja sih memang cuma 8 jam sehari. Tapi kan sering juga ada lembur yang membuat saya tiba di rumah lumayan larut dan mendapati Freiya yang baru berumur 3 taun itu sudah tidur duluan. kalo sudah begitu, rasanya dunia sepiiii sekali. Ketidakmampuan saya ada di rumah sepanjang hari juga berdampak kurang baik buat perkembangan Freiya. Angan-angan saya punya anak yang fasih berbahasa Inggris sejak kecil terpaksa saya kubur dalam-dalam. Nenek Freiya yang 'bertugas' menjaga dia setiap hari tentu tidak bisa diharapkan untuk beringgris-inggris ria. Dan saya harus maklum.


Tambahan lagi, selain bekerja, saya juga menuntut diri saya untuk juga tetap bergaul di luar jam kerja. Bukan apa-apa, lingkungan pekerjaan saya yang di bidang akademis itu seringkali terasa membosankan. Sementara saya, musuh berat sama yang namanya bosan . Bergaul menjadi salah satu kebutuhan primer saya, dan terpaksa saya lakukan di luar jam kerja, yang lagi-lagi menyita waktu saya bersama Freiya, dan juga ayahnya.


Jadilah saya ini perempuan dengan tiga peran ; pekerja kantoran, ibu rumah tangga, dan perempuan gaul.

notes : gambarnya pinjem dari http://thespeciallife.com

Blog Widget by LinkWithin