Sabtu, Juni 06, 2009

Rejeki Anak


Tiga minggu yang lalu, gue sempet nggak masuk kantor karena kena flu. Apa lagi yang bisa gue lakuin untuk membunuh waktu, kalau nggak menonton TV. Setelah pindah channel sana-sini, ada satu acara talkshow, gue lupa lagi namanya apa, tapi yang jadi host-nya Desy Ratnasari.

Topik hari itu adalah tentang memberikan/menjual anak pada orang lain. Narasumber sesi satu adalah sepasang pengamen (sepertinya sih, soalnya dia kerap bilang, bermusik di jalanan, atau apalah gitu, agak lupa).

Menurut narsum, mereka sudah memiliki lima anak, yang dua mereka serahkan kepada orang lain, yang tiga bersama mereka. Pertamanya, gue mikir, mereka menjual anak, tapi ternyata nggak, mereka cuma meminta agar sang pengadopsi anak membayar biaya persalinan, selebihnya, mereka nggak menuntut apa-apa.

Alasan mereka menyerahkan anak, karena merasa tidak mampu (secara finansial) untuk membesarkan anak mereka. Dan itu sudah disadari sejak mereka memiliki anak ke-tiga.

Itu membikin kening gue berkerut. Lha, kalau memang merasa tidak mampu, kenapa hamil juga?

Tapi kemudian gue berpikir lebih lanjut lagi, bisa jadi kebobolan (Tapi sampai dua kali? Duuh...).

Yang bikin gue sebel adalah para penonton yang mencecar si narasumber serta menyudutkannya; menganggap bahwa mereka adalah orang tua nggak bener, karena tega membuang anak.

Helloo... justru bagi gue, mereka melakukan keputusan yang benar, lagi! Mereka menyerahkan dua anaknya ke tangan yang diyakini lebih mampu membesarkan (dengan layak). Kata gue, mereka orangtua yang 'tidak egois', memikirkan masa depan anak mereka, dibandingkan dengan mempertahankan ego untuk ngekepin anak, tapi end upnya tumbuh kembang kedua anak tersebut tidak maksimal, akibat permasalahan ekonomi.

Jadi inget reaksi seorang teman di reuni sekolah bulan lalu, saat mendengar jawaban gue soal punya anak.

"Kapan punya anak?" itu pertanyaannya.
"Belum, rencananya dua tahun lagi..." jawab gue.
"Aduh, kamu emang sengaja nunda?" dan sebagai informasi, pertanyaan terakhir keluar dari mulutnya dengan nada semi memekik terkejut. Lebay deh. Apalagi kalau melihat mimik wajahnya yang mendelik-delik seperti pemain sinetron yang menerima kabar bahwa pasangannya masuk rumah sakit karena tabrakan.

Kayaknya itu berita biasa kali ya? :P

Iya. Memang gue dan Chris sengaja menunda punya anak. Alasan kami --- setelah melakukan perhitungan panjang --- belum siap secara mental dan finansial. Kalau boleh jujur, kehidupan kami memang nggak melarat, cukupan lah, tapi kalau ditambah anak,belum bisa. Tabungan kami habis-habisan gara-gara (dipaksa keluarga) mengadakan resepsi nikah besar-besaran, kami menikah dengan tabungan NOL. Seriously. Thanks to budaya resepsi nikah besar-besaran. Makanya, sekarang kami memang sedang beneran nabung, nyiapin beasiswa pendidikan anak, nyiapin biaya asuransi kesehatan sampai menyicil rumah. Dan dari hitungan, kami akan 'siap' dua tahun lagi.

"Jangan ditunda-tunda kaliiii. Ntar pas pingin, malah susah dapet anaknya." katanya.
"Ya kalau emang belum siap mental dan finansial, gimana dong?" bodohnya gue adalah nanggepin ya bok. Kudunya, gue ngelengos aja dan membaur dengan teman-teman yang lain.
"Aduh, kalau soal siap kapan siapnya sih?"

Gue nyengir. Baiklah.

"Dan soal finansial, gue yakin ntarnya ada rejeki juga. Rejeki anak namanya. Buktinya, gue dan si Mas, kami punya anak waktu keadaan finansial kami di bawah banget, tapi nggak ada masalah secara ekonomi tuh soal membesarkan Angga dan Bisma, selalu ada rejeki yang datang, saat kami membutuhkannya untuk kedua anak kami."

Hmmm... gambling banget nggak sih?
Kalau nggak ada?

"Dan, Cil, kamu harus liat juga orang-orang lain, mereka punya anak dalam keadaan ekonomi yang mungkin di bawah kamu, tapi urusan membesarkan anak nggak ada masalah. Tuhan itu mengaruniakan anak, pasti dengan ngasih rejeki juga..."

Mungkin benar rejeki anak itu ada.

Tapi gue nggak mau untung-untungan dan berakhir seperti pasangan pengamen yang gue tonton di talkshow-nya Desy Ratnasari.

Salah?

Gambar : sxc.hu

16 komentar:

kuke mengatakan...

salah? ^_^ ga salah kok..
bijaksana malah..
berarti (semoga) kelak anak yang sudah-dipikirkan-malah-sebelum-dia-ada akan berbahagia memiliki orangtua seperti kalian ^_^v

apakah gambling salah? ga juga ~_~
mereka percaya kalo setiap anak punya rezeki masing2 juga ga salah.. hal itu kan emang udah sering jd excuse sejak zaman KB belum lahir..
ya biar aja sih orang pny pndpat apa.. yg pnting kitanya bisa bertanggung jawab utk area sendiri ^_^

chindy tan mengatakan...

jadi ingat kejadian di tempat dinas saya dulu. seorang bayi berusia 7 bulan meninggal karena dehidrasi berat.gara2nya sewaktu sakit. "kaekehan anak dadi'e ra kopen," komentar beberapa rekan. bayi ini adalah anak ke-9, sang ibu menolak ber-kb karena takut dosa, dokter di tempat kami ud coba bbg pendekatan untuk membujuk ibu ini untuk kb, tetap g mempan. aneh, tapi yo realitanya ada. manusia sudah dibekali rasio hingga bisa berhitung dengan segala konsekuensi pilihan.brojol terus tanpa perhitungan dan akhirnya anak g keurus, tragisnya harus berakhir maut, apa ngga dosa?

achiato mengatakan...

wah, emang sih yang namanya anak udah rejeki. tapi kalau memang blm siap jadi orang tua masa iya dipaksa?
daripada akhirnya punya anak tapi nggak keurus karena orang tuanya belum siap punya anak? :D

Anonim mengatakan...

well,
punya anak memang harus memiliki pertimbangan yang matang. Kalaupun kebablasan, artinya memang rejeki.
hehehe..
Tapi tetap saja, yang namanya rencana ya harus ada banyak.
Misalkan:
rencana 1: punya anak 5 tahun lagi. sebelum punya anak prepare ini..itu..dll.
rencana 2 (back up plan): klo punya anak < 5 tahun artinya harus begini, begitu, dll.

;)

Anggi Karimuddin mengatakan...

Gak salah ko planning punya anak. And then again, yang jalanin kan juga kalian berdua. Yang tau kemampuan juga kalian berdua. Bukan semua orang yang pada ngomongin itu... :)

monikk mengatakan...

yah, pilih sepatu tiap pagi aja pake perencanaan biar tu alas kaki ga ganggu aktivitas. gede bgt nyalinya orang yang punya anak tanpa perencanaan mateng. 'rejeki anak' kan juga berbanding lurus sama 'usaha memperoleh rejeki' bukan? hehe, maap, masi ga percaya ada karung jatuh tiba2 dari langit, nimpa pohon jambu depan rumah dengan ada tag bertuliskan "Rejeki Anak". :p

JengMayNot mengatakan...

Gw juga biasanya berkomentar begini, "Kalau nggak siap, rencanakan dong punya anak! Jangan bikin tanpa pelindung, ntar terus pas anaknya brojol baru nyadar bahwa gak sanggup ngurus!"

Tapi kemudian suami gw berkata, "Ya itu kan loe. Bersyukurlah loe dibekali kemampuan untuk berpikir jauh ke depan, berencana. Baik dari kecerdasan maupun dari pendidikan. Nggak semua orang seperti loe. Ada orang2 yang memang tidak sanggup, atau tidak dibiasakan, untuk berpikir jauh ke depan. Makanya buat mereka yang namanya beli kondom seharga sekian ribu itu adalah pemborosan, karena mereka melihat hanya dari jumlah rupiahnya yang bisa dipakai buat beli makan. Mereka tidak cukup pengetahuan, atau malah kecerdasan, bahwa kondom yang sekian ribu itu adalah investasi, supaya nggak kebobolan dan berakibat adanya satu mulut yang harus dikasih makan"

Gw kadang mikir: iya juga ya... :)

Word verification: apath... :) Cocok ya, "apathy" terhadap para narasumber ;-)?

Unknown mengatakan...

dari pada di bunuh...ato di buang ke tempat sampah...

Sigit mengatakan...

kalau memang belum siap punya anak karena alasan finacial, memang lebih baik jangan punya anak, atau lebih baik lagi jangan menikah dulu.

Sering sih kalau pasangan menikah, mereka hanya memikirkan kepentingan berdua doang tanpa memikirkan bagaimana anak cucu mereka nanti.

Ujung2nya jadi kaya pasangan pengamen tersebut, sehingga akhirnya melakukan hal yang salah.

Single atau menikah tidak ribet, tapi menyenangkan kok asal tahu prinsip2 kebenarannya

cecil VanLajangdanMenikah mengatakan...

To all :
Sebenarnya, cara berpikir orang2 itu beda. Yang njelehi, kalo cara pikir satu orang 'dipaksain' ke orang lain. ^^

Kalau gue pribadi sih, memilih pake planning ya bok. Kalo ngeyel mau punya anak padahal belum siap, terus anaknya ga keurus kan gede tanggung jawabnya. Ga tega.

Tapi ada yang bilang, kok gue mau punya anak aja kayak mau ngerancang aktivitas kenegaraan, ada planningnya... hihihi.. Ya maab.

Maynot
iya, mungkin, gw lupa bahwa ada orang2 yang secara pendidikan, tidak terbiasa berpikir jauh ke depan. Semoga ada banyak orang yang susah punya anak mau menampung hasil-hasil 'kecelakaan' dari pasangan2 yang sebenernya nggak siap punya anak :)

Sigit :
kesannya menikah itu untuk 'punya anak' ya? Hehe.. Tsah, prinsip kebenaran bok...

mel@ mengatakan...

jadi inget sekarang... kebobolan hamil lagi... pas ahnaf baru umur 13 bulan... hehehe...

emang siy... kalo dari segi rencana finansial insya allah masih cukup... walaupun ga berlebih...

tapii... dipikir-pikir siy kemarin... rencana punya anak minimal emang 3... jadii... kebobolan ini dianggap rejeki en anugrah aja... takutnya ntar... pass lagi pengen nambah... malah ga dikasih... banyak juga yang kayak gitu kan?... kasian ahnaf de kalo cuma sendirian...

nah... untuk selanjutnya... mesti diplan dulu... pas adiknya ahnaf umur 3-5 tahun... baru melahirkan lagi... insya allah... kalo diplan... sebobol-bobolnya mah... paling banter 4... jangan sampe de 14... apalagi 40... hihihi... itu mah doyan yah... bukan kebobolan... :D

Anonim mengatakan...

Setuju...
Harus di planning :)
kasian nanti anaknnya

soalnya gambling bgt kan kalo bilang tiap anak punya rejeki sendiri

aiiih

miranda mengatakan...

Di planning ga salah jeng

Tapi seperti kata pepatah sedia payung sebelum hujan...maaakksssuudd nya...

Tetap bersiap diri bila Tuhan berkehendak anak itu hadir di rahim.. kan yang Maha Mengatur bukan kita..

Kita hanya bisa berencana Tuhan yang mengabulkannya..

^_^ cheers

adisti mengatakan...

tergantung.

tergantung lo ngomong ama siapa.

ngomong ama yang percaya banyak anak banyak rejeki atau yang percaya bahwa KB itu dosa? repot. gak kena konsep memplanning begini. jadi walopun jelas-jelas gak sanggup, tetep aja brojol terus anaknya, kayak kasus yang diceritain Cindy Tan di atas itu.

Bang Aswi mengatakan...

Diplanning, itu harus, Islam saja membatasi sang kakak harus 2 tahun sebelum ada adeknya. Anak ada rezeki, itu sudah pasti juga, masalahnya adalah orangtua bisa me-manage nggak rezeki itu, kebanyakan malah rezeki anak disambet juga sama orangtua. Inilah yang banyak orang nggak ngerti tentang istilah 'anak tuh ada rezekinya'. Salam, Ke ... bisa kopdar juga kita ya ^_^

Anonim mengatakan...

sippirili...
setuju, kalo keputusan kita untuk begini dan begono, tanggung jawabnya kan di kita.
ngapain orang lain yang ga ada hubungannya merasa harus bertanggung jawab.. iseng amat sih..

Blog Widget by LinkWithin